Oleh Andika Saputra, Ryan Gia Septiana, Lintang Larasati A.P., Marcel Jordy Mawardi. G, Sekar Syafira Pradautami

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan tahun ini akan ada penambahan empat fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) yang mulai beroperasi, terdiri dari tiga smelter nikel dan satu smelter timah.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengatakan, saat ini telah terdapat 23 smelter yang telah beroperasi. Adapun empat smelter baru yang ditargetkan mulai beroperasi tahun ini antara lain:
Smelter Feronikel PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) di Halmahera Timur, Maluku Utara
Dia mengatakan, progresnya saat ini sudah mencapai 97,7%. Proyek smelter ini menurutnya terkendala pasokan listrik, sehingga belum bisa beroperasi. Saat ini pihak Antam dikabarkan telah melelang pengadaan listrik.
Diharapkan, imbuhnya, dalam waktu dekat pada Juli 2021, instalasi listrik di smelter tersebut akan rampung. “Dan mudah-mudahan dalam waktu dekat, Juli, akan selesai instalasi listrik di lokasi tersebut,” ucapnya.
Fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) feronikel (Feni) di Halmahera Timur (Haltim), Maluku Utara, milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) hingga saat ini masih belum beroperasi karena terkendala pasokan listrik. Namun agar smelter ini bisa segera beroperasi, ditargetkan pada akhir tahun ini atau maksimal kuartal I 2022, fasilitas Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) sudah akan tersedia dan bisa menunjang operasi smelter untuk jangka pendek.
Orias Petrus Moedak, Direktur Utama MIND ID mengatakan, Antam akan membangun PLTD terlebih dahulu sambil menunggu dibangunnya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) oleh PLN. Dia menyebut, pihak Antam dan PLN sudah menandatangani kontrak jual beli listrik ini, sehingga PLN bisa segera membangun pembangkit listriknya. PLTU dari PLN ini akan memasok listrik untuk smelter feronikel Haltim dalam jangka menengah dan jangka panjang. Lebih lanjut Bob mengatakan, PLN akan mulai memasok listrik smelter feronikel Antam tersebut pada 2026 dengan kapasitas kurang lebih 100 mega watt (MW).
Smelter Nikel PT Smelter Nikel Indonesia
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengatakan, saat ini sudah terbangun 100% dan sudah berhasil melakukan uji coba produksi. Namun, kegiatan ini terhenti sementara karena menunggu tambahan dana untuk operasional.
Smelter Nikel PT Cahaya Modern Metal Industri di Banten
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengatakan, proyek ini sudah terbangun sebesar 100%, dan sudah mulai produksi. “Sudah terbangun 100% dan mulai kegiatan produksi dan sudah dikunjungi Komisi VII,” ujarnya.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno mengapresiasi pengembangan, pembangunan dan pengoperasian smelter PT Cahaya Modern Metal Industri (CMMI) membangunan smelter.Pasalnya, CMMI telah membuktikan komitmennya sebagai penambang melakukan hilirisasi smelter nikel menjadi produk ekspor. Atas hasil ini, PT CMMI patut menjadi percontohan bagi penambang yang masih ragu dalam menjalankan industri smelter. “PT CMMI terus dapat survive dalam beroperasi bahkan di tengah kendala yang terbilang tidak mudah, seperti pembelian bahan baku yang relatif sangat kompetitif masih mampu melakukan ekspansi tahap kedua. PT CMMI merupakan bukti komitmen penambang melakukan hilirisasi smelter nikel menjadi produk ekspor,” ujar Eddy dikutip redaksi INDUSTRY.co.id pada Rabu (7/4/2021).
Untuk itu, Politisi Fraksi PAN tersebut juga mendorong Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan berbagai kemudahan insentif. Di antaranya insentif pembiayaan, insentif bahan bakar yang lebih efisien seperti listrik dan gas sekaligus bagian dari komitmen pemerintah menghadirkan bahan bakar yang ramah lingkungan. Eddy mengingatkan, pemerintah wajib semakin memperhatikan aspek pengembangan industri mulai dari sektor pembelian bahan baku, transportasi yang lebih ekonomis dan aspek pemrosesan sampai industri hilir berikutnya. Maka, pemerintah diminta memberikan insentif sampai produksi ini berjalan konsisten dan mapan kedepannya.
Selain itu, Eddy juga mengapresiasi keberadaan 93 persen tenaga kerja dari warga negara Indonesia yang diberdayakan PT CMMI. Bahkan, ungkap Eddy, separuh lebih dari tenaga kerja tersebut berasal dari kawasan penduduk sekitar yaitu Cikande, Serang, Banten yang merupakan wilayah PT CMMI berdiri. “Komisi VII mengapresiasi 93 persen tenaga kerja yang ada di PT CMMI merupakan anak bangsa. Kedepannya, perlu lebih keberpihakan pemerintah terutama kepada industri yang sudah membangun operasi produksi hilirisasi. Mengingat, artinya sama dengan industrialisasi di dalam negeri semakin terbangun seraya penyerapan tenaga kerja lebih maksimal,” pungkasnya.
Smelter Prima Citra di Kalimantan Tengah
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengatakan, proyek smelter ini telah terbangun 99,87%. Tapi saat ini masih menunggu tenaga ahli dari China. “Saat ini tunggu tenaga ahli dari Tiongkok untuk memulai proses smelter, akan datang Juni 2021 ini,” lanjutnya.
Sebagai catatan, proyek smelter timbal dikelola oleh anak usaha ZINC yakni PT Kapuas Prima Citra. Proyek tersebut menelan biaya investasi sebesar US$ 15 juta dan memiliki kapasitas 40.000 ton konsentrat timbal dengan hasil produk 20.000 ton bullion timbal per tahun.
Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif memaparkan smelter baru yang beroperasi pada 2020 hanya sebanyak dua smelter yakni smelter nikel. Dengan demikian, total smelter nikel yang beroperasi hingga 2020 mencapai 13 smelter.
Sementara smelter untuk komoditas lainnya yakni tembaga tetap tidak berubah dari tahun sebelumnya hanya dua smelter, bauksit dua smelter, besi satu smelter, dan mangan satu smelter. Dengan demikian, pada 2020 terdapat 19 smelter yang telah beroperasi.
Sementara pada 2021, ditargetkan tambahan empat smelter baru sehingga total smelter yang beroperasi akan mencapai 23 smelter. Dari total target 23 smelter beroperasi, di antaranya 16 smelter nikel, dua smelter tembaga, dua smelter bauksit, satu smelter besi, satu smelter mangan, dan satu smelter timbal dan seng.
Sampai dengan 2024 mendatang, pemerintah menargetkan sebanyak 53 smelter beroperasi. Artinya, dibutuhkan 34 smelter baru selama empat tahun mendatang.
Sementara kebutuhan investasi untuk membangun 53 smelter sampai dengan 2024 tersebut yakni mencapai US$ 21,59 miliar. Dengan rincian investasi untuk smelter nikel sebesar US$ 8 miliar, bauksit sebesar US$ 8,64 miliar, besi sebesar US$ 193,9 juta, tembaga US$ 4,69 miliar, mangan sebesar US$ 23,9 juta, serta timbal dan seng sebesar US$ 28,8 juta.
Referensi: